Halaman

Minggu, 22 Desember 2013

Belajar tentang Hari Ibu

Namanya juga anak kecil, tiada hari tanpa ngambek.
Nisa namanya, adik perempuanku yang baru selesai menjalankan ujian akhir semester di sekolahnya. Ia sedang menginjak sekolah dasar kelas tiga, umurnya baru saja genap 8 tahun pada 30 november lalu.
Hari ini, 22 Desember akan menjadi hari yang penuh pelajaran baginya. Sebagai anak kecil yang selalu berharap penuh perhatian dan kasih sayang, hari ini semoga ia bisa belajar sebaliknya, memberikan perhatian dan kasih sayang pada orang lain, terutama pada ibu.
Hari ibu, semua orang mebicarakan hari ini tertanggal 22 Desember disetiap tahunnya. Sejarahnya bisa diketahui disini. Bertambah spesial karena hari ibu tahun ini bertepatan pada hari minggu. Kami semua berkumpul di rumah karena merupakan hari libur bagi semua. Terkecuali bagi kakak dan adik laki-lakiku yang selalu sibuk dengan dunianya. Bukan waktunya membahas tentang mereka, ini tentang Nisa.
Sejak pagi, Pandeglang diguyur hujan tak henti hingga tulisan ini diterbitkan, sesuai dengan semboyannya “BERKAH”, Pandeglang diberi keberkahan berupa hujan seharian. Membuat hari ini menjadi lebih tepat sebagai waktu beristirahat. Tapi tidak dengan Nisa, ia tak pernah beristirahat untuk meminta segala hal sesuai keinginannya tanpa melihat situasi dan kondisi disekitarnya. Ia ingin selalu mendapat perhatian lebih, mungkin karena ia anak perempuan satu-satunya dan anak terakhir yang dilahirkan dikeluarga kami alias ‘bungsu’. Hari ini seperti biasanya ia menginginkan sesuatu yang tidak bisa dipenuhi oleh ibu, sehingga ia mengeluarkan jurusnya yaitu meringis, tidak mau berangkat sekolah agama yang seharusnya tak pernah libur, tapi hari ini dikhususkan untuk Nisa sehingga ia tak bersekolah. Nisa seperti kakak yang lain (tidak termasuk saya), ia pergi bermain disaat hujan, dilarang malah semakin menjadi anak itu. Kondisi rumah tidak ramah saat tadi siang, buatku ini adalah waktu tersantai, sayang kalau dibuat pusing, lebih baik tidur.
Sore harinya, saya dibangunkan suara gaduh, siapa lagi kalau bukan Nisa yang berulah membuat suasana rumah ini lebih ramai. Ia bertengkar dengan ibu, tidak mau diatur, membuat kesal orang seisi rumah karena pulang dengan kondisi basah dan berlumuran lumpur, kemudian tidak mau pergi mandi. Saya hanya senyum melihat tingkahnya, tidak ikut kesal seperti ibu. Karena saya pernah dalam kondisi seperti Nisa, saya hanya akan menunggu momen berharga yang akan terekam dalam hati Nisa, yang akan mengubah perilakunya, saya yakin momen itu akan terjadi.
Benar saja momen yang diharapkan terjadi, usai Nisa terpaksa mandi ia kembali berulah dengan mengenakan baju basah, alasannya baju yang dipakai adalah baju kesayangannya. Ibu kembali menasehati. Nisa yang tidak terima menggerutu tidak beralasan. Tetap dengan keinginannya.
Sampai dipenghujung sore, nisa masih tidak mau bergabung dengan keluarga meski masih dalam satu rumah, sedangkan saya asyik menikmati kebersamaan bercengkrama dengan ibu dan bapak sambil menonton televisi. Nisa belum juga mengeluarkan senyum manisnya sejak tadi siang, seolah ada keinginan yang tak kunjung terpenuhi hingga sore ini, dan ia melampiaskan kemarahannya pada ibu, aneh.
Ditengah asyik menonton tv, ibu berusaha mendekati Nisa yang masih cemberut, bertanya apa yang diinginkannya sampai ia bisa tersenyum. Nisa bingung apa yang sedang dirasakannya malah semakin tidak mau didekati oleh ibu, menghindar dari ibu dan duduk didekatku. Kesempatanku berusaha merayunya untuk berbaikan dengan ibu, namun tetap tak bisa, masalahnya antara ibu dan Nisa, mereka yang punya cara untuk menyelesaikannya. Nisa pindah duduk di samping bapak yang sedang serius dengan tontonan berita ‘penderitaan Ibu Ratu di hari ibu’. Nisa semakin bingung apa yang harus diperbuatnya, setiap mendengar ibu bersuara, Nisa selalu menyangkal, aneh. Saya tidak seaneh Nisa kalau ngambek.
Dan sebelum magrib menjelang, momen yang ditunggu tiba. Saya ingat disetiap minggu sore selalu ada tayangan sehat yang sangat baik untuk ditonton keluarga. Benar dugaanku tayangan itu ada, tayangan televisi yang menjadi obat bagi dunia pendidikan. Lentera Indonesia di NET tv, mengisahkan kehidupan pengajar-pengajar muda yang menjadi relawan untuk ditempatkan di penjuru nusantara. Hari ini kisahnya tentang sosok Anriani, Relawan Sekolah Guru Indonesia yang menjadi pengajar di  SDN 2 Sendoyo, Sejangkung, Sambas, Kalimantan barat.
Kisahnya pernah kubaca di buku ‘Guru 12 Purnama’, tidak asing bagiku. Kini bisa kusaksikan secara audio visual ditengah keluarga, sambil bercerita pada ibu dan bapak kalau inilah yang memotivasiku untuk menjadi guru. Nisa kuperhatika diam, ikut fokus menyaksikan tayangan yang sedang kami tonton. Kisah yang tepat dengan hari ibu, dalam pengalaman mengajar Anriani, ia bertemu sosok Maya, anak didiknya yang memiliki cita-cita menjadi dokter spesialis mata, cita-cita yang jarang dimiliki oleh anak yang lain, Nisa amat fokus, ibu coba bertanya apa cita-cita Nisa, dia masih cemberut dan belum bisa diajak berkomunikasi. Kembali pada tayangan Lentera Indonesia, kisahnya amat mengharukan, ketika Anriani hadir menjadi sosok teman bagi Maya anak didiknya, ketika berkunjung ke rumah Maya, Anriani menemui keluarga kecil Maya dan melihat sosok ibu yang menyambut mereka namun seolah sedang sibuk menatap hal lain. Anriani menemukan jawaban mengapa Maya bisa memiliki cita-cita menjadi dokter spesialis mata. Maya pun bercerita kalau ia semangat bersekolah, ia ingin menjadi seorang dokter yang bisa menyembuhkan mata ibunya. Anriani tersentuh. Kami semua tersentuh, termasuk Nisa yang serius mengamati anak seusianya. Kuperhatikan Nisa mulai luluh, ia akan membaik.
Saat jeda, belum ada yang berani mendekati Nisa, dan aku memindahkan channel ke tayangan berita, sungguh tepat, tayangan yang muncul adalah berita perayaan hari ibu yang dirayakan dengan kegiatan mebasuh kaki ibu oleh seluruh anak sekolah dasar. Dalam berita diperlihatkan cara berbakti seorang anak kepada ibu salah satunya dengan memberi perhatian kepada ibu. Nisa kembali tersentuh, ia terlihat mulai tersenyum malu, say juga merasakannya, ini tayangan yang cukup menampar, belum sekalipun saya memberi perhatian lebih pada ibu. Nisa menjadi tau kalau ini hari ibu.
Saya memperjelas kepada semua kalau ini adalah hari ibu, dan sedikit menyindir Nisa, “tuh dek, hari ini orang mah pada baik-baikin ibu, kamu mah malah ngambek sama ibu”.
Nisa membalas perkataanku dengan senyuman malu, dan mulai mendekati kami. Ia belajar tentang hari ibu. Hari dimana ibu menjadi spesial untuk diberi perhatian lebih. Sedang ibu tidak setuju, “masa baik sama ibu cuma sehari, ibu saja perhatian ke kalian setiap hari”.
“Perhatian apanya, Nisa sering dimarahi tuh sama ibu.” celetuk Nisa sambil tersenyum kecil.
Nisa memprotes karena merasa tidak mendapat perhatian ibu hari ini, tanda dia sudah bisa diajak berkomunikasi.
Ibu kembali menegaskan kalau caranya memberi perhatian kadang dengan marah (terlihatnya), padahal berharap agar kami anaknya belajar tentang sebuah ketegasan dari ibu.
Kami semua belajar hari ini, belajar menghargai sikap semua orang. Kadang sikap baik belum tentu baik, sebaliknya sikap buruk belum tentu buruk. Banyak yang perlu kita cari tahu dan kita pelajari bersama. Hari ini kami diperkenalkan tentang hari ibu terutama bagi Nisa yang mulai mengerti, Nisa setuju dengan ibu kalau hari ibu bukan hanya hari ini melainkan setiap hari, yaitu dengan menuruti segala nasihat ibu. Ia memeluk ibu sebagai tanda maaf atas sikapnya seharian. Saya pun ikut memeluk Nisa, namun ia menolak. Kemudian, ada sedikit obrolan kecil diantara mereka yang tidak ku dengar. Tetiba nisa mengambilkan sarung dan peci memintaku dan bapak untuk sholat magrib berjama’ah di masjid, Nisa sedang belajar memberi perhatian kepada orang disekelilingnya. Mungkin ini yang barusan diajarkan ibu padanya.
Ibu, pengajar sepanjang hayat. Guru terhebat.

Selamat Hari Ibu,,
22 Desember 2013
Pandeglang dalam basuhan hujan.

1 komentar: