Namanya
juga anak kecil, tiada hari tanpa ngambek.
Nisa
namanya, adik perempuanku yang baru selesai menjalankan ujian akhir semester di
sekolahnya. Ia sedang menginjak sekolah dasar kelas tiga, umurnya baru saja
genap 8 tahun pada 30 november lalu.
Hari
ini, 22 Desember akan menjadi hari yang penuh pelajaran baginya. Sebagai anak
kecil yang selalu berharap penuh perhatian dan kasih sayang, hari ini semoga ia
bisa belajar sebaliknya, memberikan perhatian dan kasih sayang pada orang lain,
terutama pada ibu.
Hari
ibu, semua orang mebicarakan hari ini tertanggal 22 Desember disetiap tahunnya.
Sejarahnya bisa diketahui disini. Bertambah spesial karena hari ibu tahun ini
bertepatan pada hari minggu. Kami semua berkumpul di rumah karena merupakan
hari libur bagi semua. Terkecuali bagi kakak dan adik laki-lakiku yang selalu sibuk
dengan dunianya. Bukan waktunya membahas tentang mereka, ini tentang Nisa.
Sejak
pagi, Pandeglang diguyur hujan tak henti hingga tulisan ini diterbitkan, sesuai
dengan semboyannya “BERKAH”, Pandeglang diberi keberkahan berupa hujan
seharian. Membuat hari ini menjadi lebih tepat sebagai waktu beristirahat. Tapi
tidak dengan Nisa, ia tak pernah beristirahat untuk meminta segala hal sesuai
keinginannya tanpa melihat situasi dan kondisi disekitarnya. Ia ingin selalu
mendapat perhatian lebih, mungkin karena ia anak perempuan satu-satunya dan
anak terakhir yang dilahirkan dikeluarga kami alias ‘bungsu’. Hari ini seperti
biasanya ia menginginkan sesuatu yang tidak bisa dipenuhi oleh ibu, sehingga ia
mengeluarkan jurusnya yaitu meringis, tidak mau berangkat sekolah agama yang
seharusnya tak pernah libur, tapi hari ini dikhususkan untuk Nisa sehingga ia
tak bersekolah. Nisa seperti kakak yang lain (tidak termasuk saya), ia pergi
bermain disaat hujan, dilarang malah semakin menjadi anak itu. Kondisi rumah
tidak ramah saat tadi siang, buatku ini adalah waktu tersantai, sayang kalau
dibuat pusing, lebih baik tidur.
Sore
harinya, saya dibangunkan suara gaduh, siapa lagi kalau bukan Nisa yang berulah
membuat suasana rumah ini lebih ramai. Ia bertengkar dengan ibu, tidak mau
diatur, membuat kesal orang seisi rumah karena pulang dengan kondisi basah dan
berlumuran lumpur, kemudian tidak mau pergi mandi. Saya hanya senyum melihat
tingkahnya, tidak ikut kesal seperti ibu. Karena saya pernah dalam kondisi
seperti Nisa, saya hanya akan menunggu momen berharga yang akan terekam dalam
hati Nisa, yang akan mengubah perilakunya, saya yakin momen itu akan terjadi.
Benar
saja momen yang diharapkan terjadi, usai Nisa terpaksa mandi ia kembali berulah
dengan mengenakan baju basah, alasannya baju yang dipakai adalah baju
kesayangannya. Ibu kembali menasehati. Nisa yang tidak terima menggerutu tidak
beralasan. Tetap dengan keinginannya.
Sampai
dipenghujung sore, nisa masih tidak mau bergabung dengan keluarga meski masih
dalam satu rumah, sedangkan saya asyik menikmati kebersamaan bercengkrama dengan
ibu dan bapak sambil menonton televisi. Nisa belum juga mengeluarkan senyum
manisnya sejak tadi siang, seolah ada keinginan yang tak kunjung terpenuhi
hingga sore ini, dan ia melampiaskan kemarahannya pada ibu, aneh.
Ditengah
asyik menonton tv, ibu berusaha mendekati Nisa yang masih cemberut, bertanya
apa yang diinginkannya sampai ia bisa tersenyum. Nisa bingung apa yang sedang dirasakannya
malah semakin tidak mau didekati oleh ibu, menghindar dari ibu dan duduk
didekatku. Kesempatanku berusaha merayunya untuk berbaikan dengan ibu, namun
tetap tak bisa, masalahnya antara ibu dan Nisa, mereka yang punya cara untuk menyelesaikannya.
Nisa pindah duduk di samping bapak yang sedang serius dengan tontonan berita ‘penderitaan
Ibu Ratu di hari ibu’. Nisa semakin bingung apa yang harus diperbuatnya, setiap
mendengar ibu bersuara, Nisa selalu menyangkal, aneh. Saya tidak seaneh Nisa
kalau ngambek.
Dan
sebelum magrib menjelang, momen yang ditunggu tiba. Saya ingat disetiap minggu
sore selalu ada tayangan sehat yang sangat baik untuk ditonton keluarga. Benar
dugaanku tayangan itu ada, tayangan televisi yang menjadi obat bagi dunia
pendidikan. Lentera Indonesia di NET tv, mengisahkan kehidupan
pengajar-pengajar muda yang menjadi relawan untuk ditempatkan di penjuru
nusantara. Hari ini kisahnya tentang sosok Anriani, Relawan Sekolah Guru
Indonesia yang menjadi pengajar di SDN 2 Sendoyo, Sejangkung, Sambas, Kalimantan barat.
Kisahnya
pernah kubaca di buku ‘Guru 12 Purnama’, tidak asing bagiku. Kini bisa
kusaksikan secara audio visual ditengah keluarga, sambil bercerita pada ibu dan
bapak kalau inilah yang memotivasiku untuk menjadi guru. Nisa kuperhatika diam,
ikut fokus menyaksikan tayangan yang sedang kami tonton. Kisah yang tepat
dengan hari ibu, dalam pengalaman mengajar Anriani, ia bertemu sosok Maya, anak
didiknya yang memiliki cita-cita menjadi dokter spesialis mata, cita-cita yang
jarang dimiliki oleh anak yang lain, Nisa amat fokus, ibu coba bertanya apa
cita-cita Nisa, dia masih cemberut dan belum bisa diajak berkomunikasi. Kembali
pada tayangan Lentera Indonesia, kisahnya amat mengharukan, ketika Anriani
hadir menjadi sosok teman bagi Maya anak didiknya, ketika berkunjung ke rumah Maya,
Anriani menemui keluarga kecil Maya dan melihat sosok ibu yang menyambut mereka
namun seolah sedang sibuk menatap hal lain. Anriani menemukan jawaban mengapa
Maya bisa memiliki cita-cita menjadi dokter spesialis mata. Maya pun bercerita
kalau ia semangat bersekolah, ia ingin menjadi seorang dokter yang bisa
menyembuhkan mata ibunya. Anriani tersentuh. Kami semua tersentuh, termasuk Nisa
yang serius mengamati anak seusianya. Kuperhatikan Nisa mulai luluh, ia akan
membaik.
Saat
jeda, belum ada yang berani mendekati Nisa, dan aku memindahkan channel ke
tayangan berita, sungguh tepat, tayangan yang muncul adalah berita perayaan hari
ibu yang dirayakan dengan kegiatan mebasuh kaki ibu oleh seluruh anak sekolah
dasar. Dalam berita diperlihatkan cara berbakti seorang anak kepada ibu salah
satunya dengan memberi perhatian kepada ibu. Nisa kembali tersentuh, ia
terlihat mulai tersenyum malu, say juga merasakannya, ini tayangan yang cukup
menampar, belum sekalipun saya memberi perhatian lebih pada ibu. Nisa menjadi
tau kalau ini hari ibu.
Saya
memperjelas kepada semua kalau ini adalah hari ibu, dan sedikit menyindir Nisa,
“tuh dek, hari ini orang mah pada
baik-baikin ibu, kamu mah malah ngambek sama ibu”.
Nisa
membalas perkataanku dengan senyuman malu, dan mulai mendekati kami. Ia belajar
tentang hari ibu. Hari dimana ibu menjadi spesial untuk diberi perhatian lebih.
Sedang ibu tidak setuju, “masa baik sama
ibu cuma sehari, ibu saja perhatian ke kalian setiap hari”.
“Perhatian
apanya, Nisa sering dimarahi tuh sama ibu.” celetuk Nisa sambil tersenyum kecil.
Nisa
memprotes karena merasa tidak mendapat perhatian ibu hari ini, tanda dia sudah
bisa diajak berkomunikasi.
Ibu
kembali menegaskan kalau caranya memberi perhatian kadang dengan marah (terlihatnya),
padahal berharap agar kami anaknya belajar tentang sebuah ketegasan dari ibu.
Kami
semua belajar hari ini, belajar menghargai sikap semua orang. Kadang sikap baik
belum tentu baik, sebaliknya sikap buruk belum tentu buruk. Banyak yang perlu
kita cari tahu dan kita pelajari bersama. Hari ini kami diperkenalkan tentang hari
ibu terutama bagi Nisa yang mulai mengerti, Nisa setuju dengan ibu kalau hari
ibu bukan hanya hari ini melainkan setiap hari, yaitu dengan menuruti segala
nasihat ibu. Ia memeluk ibu sebagai tanda maaf atas sikapnya seharian. Saya pun
ikut memeluk Nisa, namun ia menolak. Kemudian, ada sedikit obrolan kecil
diantara mereka yang tidak ku dengar. Tetiba nisa mengambilkan sarung dan peci
memintaku dan bapak untuk sholat magrib berjama’ah di masjid, Nisa sedang belajar
memberi perhatian kepada orang disekelilingnya. Mungkin ini yang barusan diajarkan
ibu padanya.
Ibu,
pengajar sepanjang hayat. Guru terhebat.
Selamat
Hari Ibu,,
22
Desember 2013
Pandeglang
dalam basuhan hujan.
1 komentar:
Nice... :-D
Posting Komentar